Iman kepada Qada dan Qadar
1. Pengertian beriman kepada Qada’ dan Qadar
Iman adalah keyakinan yang diyakini didalam hati, diucapkan dengan lisan, dan dilaksanakan dengan amal perbuatan.
Kalau kita melihat qada’menurut bahasa artinya Ketetapan.Qada’artinya ketatapan Allah swt kepada setiap mahluk-Nya yang bersifat Azali.Azali Artinya ketetapan itu sudah ada sebelumnya keberadaan atau kelahiran mahluk.
Sedangkan Qadar artinya menurut bahasa berarti ukuran.Qadar artinya terjadi penciptaan sesuai dengan ukuran atau timbangan yang telah ditentuan sebelumnya. Qaqda’ Qadar dalam keseharian sering kita sebut dengan takdir.
2. Dalil kebenaran adanya Qada dan Qadar
Takdir terbagi menjadi dua bagian,yakninya:
a. Taqdir Mu’allaq
Taqdir mu’allaq adalah taqdir Allah swt yang masih dapat diusahakan kejadianya oleh manusia.
Sebagai contoh dalam kehidupan ini, kita sering melihat dan mengalami sunnahtullah,hukum Allah yang berlaku di bumi ini,yaitu hukum sebab akibat yang bersifat tetap yang merupakan qada dan qadar sesuai kehendak swt.Seperti, bumi brputar pada porosnya 24 jam sehari;bersama bulan,bumi mengitari bumi kurang lebih 365 hari setahun; bulan mengitari bumi setahun {356 hari};air kalau dipanaskan pada suhu 100 celsius akan mendidih,dan kalau didinginkan pada suhu. Akan menjadi es ;matahari terbit disebelah timur dan teggelam disebelah barat;dan banyak lagi contoh lainnya,kalau kita mau memikirkannya.
b. Taqdir Mubram
Taqdir mubram ialah taqdir yang pasti terjadi dan tidak dpat dielakkan kejadiannya.dapat kita beri contoh nasib manusia,lahir, kematian, jodoh dan rizkinya,terjadinya kiamat.dan sebagainya.
Qada’qadar Allah swt yang berhubungan dengan nasib manusia adalah rasia Allah swt.hanya Allah swt yang mengetahuinya. Manusia diperintahkan mengetahui qada’dan qadarnya melalui usaha dan ikhtiar. Kapan manusia lahir, bagaimana ststusnya sosialnya, bagaimana rizkinya ,siapa anak istrinya,dan kapanya meninggalnya,adalah rahasia Allah swt.jalan hidup manusia seperti itusdudah ditetapkan sejak zaman azali yaitu masa sebelum terjadinya sesuatuatau massa yang tidak bermulaan.tidak seorang pun yang mengetahui hal tersebut. adapun yang pernah kita dengar peramal yang hebat,ketahuilah wahai saudara ku itu adalah kebohongan balaka.kalaupun ada orang seperti itu maka amal ibadahnya tidak akan diterima. Bahkan para tukng ramal pun mendapat azab dengan siksaan yang pedih karena telah membohongi manusia dengan pura-pura mengetahui rahasia Allah SWT. Allah swt berFirman:
Artiya:”setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri,semuanya telah tertulis dalam kitab {lauh mahfuz} sebelum kami mewujudkannya.sungguh yang demikian itu mudah bagi Allah.” {Q.S.Al-hadid,}
Ayat diatas menjelaskan bahwa manusia seelum diciptakan ,ALLAH SWT teriebih dahulu telah menentukan ketetapan-ketetapanNya bagi manusia yang ditulis dilauh mahfuz
Dengan menyakini qada dan qadarnya, lantas apakah kita hgarus pasrah begitu saja?Toh, semua nasib manusia dan perbuatan manusia telah datentukan oleh ALLAH SWT. Tapi siapakah yang mentaqdirkan manusia iti?,siapa yang tau bahwa kita-kita manjadi petani, pedagang ,atau bahkan penjahat,siapa jodoh kita.bagaimana rezki kita,dan lain sebagainya?siapa yang tau kalau kita jadi petani,pedagang ataukan pejabat? Tidak ada seorang pun yang tau!untuk itu alangkah naifnya kalau kit pasrah begitu saja. Pasrah berarti mernunggu taqdir,sedangkan taq1dir itu tidak kita ketahui, oleh sebab itu,sikap hidup ialah mencari taqdir.artinya berusaha dernga sekuat tenaga melalui berbagai cara yang ditunjukan Allah SWT.untuk menentukan nasib kita sendiri.iyalah yang disebut dengan ikhtiar.
Allah SWT berfirman:
Artinya:“…….sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan mereka sendiri .dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tidak dapat yang menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia,:”{Q.S.Ar-RA’DU,13:11).
Jadi, jika manusia ingin ansibnya membaik,mereka harus merubahnya simaksimal mungkin ke yang lebih baik.tampa usaha yang kuat Allah swt tidak akan mengubah tiba-tiba.Namun seandainya Alla swt tetap menghendaki nasibnya tidak berubah,itu adalah hak Allah SWT.
3. Fungsi beriman kepada Qada’dan Qadar Allah SWT.
Beriman kepada qada’dan qadar mempunyai fungsi penting bagi manusia dalam kehipan sehari-hari.Diantaranya:
1) Mempunyai semangat ikhtiar
Qada’ dan qadar Allah SWT tentang nasib manusia rahasia Allah SWT yang yang semata.karna tidak tau nasibnya,maka manusi tidak boleh menunggu dengan pasrah.manusia harus tau nasibnya.bagaimana caranya?yaitu dengan mempajari dan dengan mempraktikkan hokum-hukum Allah SWT.yang telah diberikan kepada manusia.
Ikhtar artinya melakukan perbuatan yang baik dengan penuh kesungguhan dan keyakinan akan hasil yang baik bagi dirinya.dengan pemahaman srperti itulah ,seorang muri akan bekerja keras agar biasa sukses,pedagang akan hidup hemat agar usahanya berkembang, dan sebagainya. Allah SWT berfirman;
Artinya:“Dan bahwa manusia hanya meperoleh apa yang usahakannya.Dan sesungguhnya usahanya itu kelak akan diperlihatkan(kepadanya).’(Q.S.An-Najm,53:39-40)
2) Mempunyai sifat sabar dalam menghadapi cobaan Dengan percaya qada’ dan qadar,manusia akan sadar bahwa kehidupan adalah ujian-ujian yang harus dilalui dengan sabar.sabar adalah skap mental yang teguh pendirian,berani menghadapi tantangan ,tahan uji,dan tidak menyerah pada kesulitan.Teguh pendirian berarti tidak mudah goyah dalam memagang prisip atau pedoman hidup.berani menghadapi tantangan berarti berani menghadapi cobaan ,penderitaan ,kesakitan dan kesensaraan,.cobaan harus dihadapi dengan tenang,dipikir dengan jernih, dicari jalan keluarnya tampa menyerah pada kesulitan,dan akhirnya diserahkan kepada Allah SWT.Allah SWT berfirman:
Artinya: Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya mengatakan ,’kami telah beriman ,”dan mereka tidak di uji”(Q.S.AL-Ankabut,29:2)
3) Sabar bahwa cobaan adalah qada’dan qadar dari Allah SWT
Segala yang ada di alam semesta hakikatnya adalah milik Allah SWT dan suatu saat akan kembali kepada Allah SWT.
Firman Allah SWT:
Artinya:“(Yaitu orang-orang apabila ditimpa musibah,mereka berkata’Inna’lilliahi wa inna ilaihi rajiun’.(Q.S. Albaqaraqh,2:156)
4. Ciri-ciri dari beriman kepada qadha dan qadhar
a. Qana’ah Dan Kemuliaan Diri.
Seseorang yang beriman kepada qadar mengetahui bahwa rizkinya telah tertuliskan, dan bahwa ia tidak akan meninggal sebelum ia menerima sepenuhnya, juga bahwa rizki itu tidak akan dicapai oleh semangatnya orang yang sangat berhasrat dan tidak dapat dicegah oleh kedengkian orang yang dengki. Ia pun mengetahui bahwa seorang makhluk sebesar apa pun usahanya dalam memperoleh ataupun mencegahnya dari dirinya, maka ia tidak akan mampu, kecuali apa yang telah Allah tetapkan baginya.
Dari sini muncullah qana’ah terhadap apa yang telah diberikan, kemuliaan diri dan baiknya usaha, serta membebaskan diri dari penghambaan kepada makhluk dan mengharap pemberian mereka.
Hal tersebut tidak berarti bahwa jiwanya tidak berhasrat pada kemuliaan, tetapi yang dimaksudkan dengan qana’ah ialah, qana’ah pada hal-hal keduniaan setelah ia menempuh usaha, jauh dari kebakhilan, kerakusan, dan dari mengorbankan rasa malunya.
Apabila seorang hamba dikaruniai sikap qana’ah, maka akan bersinarlah cahaya kebahagiaan, tetapi apabila sebaliknya (apabila ia tidak memiliki sikap qana’ah), maka hidupnya akan keruh dan akan bertambah pula kepedihan dan kerugiannya, disebabkan oleh jiwanya yang tamak dan rakus. Seandainya jiwa itu bersikap qana’ah, maka sedikitlah musibahnya. Sebab orang yang tamak adalah orang yang terpenjara dalam keinginan dan sebagai tawanan nafsu syahwat.
Kemudian, bahwa qana’ah itu pun dapat menghimpun bagi pelakunya kemuliaan diri, menjaga wibawanya dalam pandangan dan hati, serta mengangkatnya dari tempat-tempat rendah dan hina, sehingga tetaplah kewibawaan, melimpahnya karamah, kedudukan yang tinggi, tenangnya bathin, selamat dari kehinaan, dan bebas dari perbudakan hawa nafsu dan keinginan yang rendah. Sehingga ia tidak mencari muka dan bermuka dua, ia pun tidak melakukan sesuatu kecuali hal itu dapat memenuhi (menambah) imannya, dan hanya kebenaranlah yang ia junjung.
Kesimpulannya, hal yang dapat memutuskan harapan kepada makhluk dari hati adalah ridha dengan pembagian Allah Azza wa Jalla (qana’ah). Barangsiapa ridha dengan hukum dan pembagian Allah, maka tidak akan ada tempat pada hatinya untuk berharap kepada makhluk.
Di antara kalimat yang indah berkenaan dengan hal ini adalah sya’ir yang dinisbatkan kepada Amirul Mukminin, ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu:
Qana’ah memberikan manfaat kepadaku berupa kemuliaan adakah kemuliaan yang lebih mulia dari qana’ah Jadikanlah ia sebagai modal bagi dirimu kemudian setelahnya, jadikanlah takwa sebagai barang dagangan. Niscaya akan engkau peroleh keuntungan dan tidak perlu memelas kepada orang yang bakhil Engkau akan memperoleh kenikmatan dalam Surga dengan kesabaran yang hanya sesaat.
Berkata Imam asy-Syafi’i rahimahullahu: Aku melihat qana’ah sebagai perbendaharaan kekayaan maka aku pegangi ekor-ekornya Tidak ada orang yang melihatku di depan pintunya dan tidak ada orang yang melihatku bersungguh-sungguh dengannya Aku menjadi kaya dengan tanpa dirham dan aku berlalu di hadapan manusia seperti raja. Tsa’alabi berkata, “Sebaik-baik ucapan yang saya dengar tentang qana’ah ialah ucapan.
Ibnu Thabathaba al-‘Alawi: Jadilah engkau orang yang qana’ah dengan apa yang diberikan kepadamu maka engkau telah berhasil melewati kesulitan qana’ah orang yang hidup berkecukupan Sesungguhnya usaha dalam mencapai angan, nyaris membinasakan dan kebinasaan seseorang terletak dalam kemewahan.
b. Cita-Cita Yang Tinggi. Maksud dari cita-cita yang tinggi adalah menganggap kecil apa yang bukan akhir dari perkara-perkara yang mulia. Sedangkan cita-cita yang rendah, yaitu sebaliknya dari hal itu, ia lebih mengutamakan sesuatu yang tidak berguna, ridha dengan kehinaan, dan tidak menggapai perkara-perkara yang mulia. Iman kepada qadar membawa pelakunya kepada kemauan yang tinggi dan menjauhkan mereka dari kemalasan, berpangku tangan, dan pasrah kepada takdir.
Karena itu, Anda melihat orang yang beriman kepada qadar -dengan keimanan yang benar- adalah tinggi cita-citanya, besar jiwanya, mencari kesempurnaan, dan menjauhi perkara-perkara remeh dan hina. Ia tidak rela kehinaan untuk dirinya, tidak puas dengan keadaan yang pahit lagi menyakitkan, dan tidak pasrah terhadap berbagai aib dengan dalih bahwa takdir telah menentukannya. Bahkan keimanannya mengharuskannya untuk berusaha bang-kit, mengubah keadaan yang pahit serta menyakitkan kepada yang lebih baik dengan cara-cara yang disyari’atkan, dan untuk terbebas dari berbagai aib dan kekurangan. (Karena) berdalih dengan takdir hanyalah dibenarkan pada saat tertimpa musibah, bukan pada aib-aib (yang dilakukannya)
c. Bertekad Dan Bersungguh-Sungguh Dalam Berbagai Hal. Orang yang beriman kepada qadar, ia akan bersungguh-sungguh dalam berbagai urusannya, memanfaatkan peluang yang datang kepadanya, dan sangat menginginkan segala kebaikan, baik akhirat maupun dunia. Sebab, iman kepada qadar mendorong kepada hal itu, dan sama sekali tidak mendorong kepada kemalasan dan sedikit beramal.
Bahkan, keimanan ini memiliki pengaruh yang besar dalam mendorong para tokoh untuk melakukan pekerjaan besar, yang mereka menduga sebelumnya bahwa kemampuan mereka dan berbagai faktor yang mereka miliki pada saat itu tidak cukup untuk menggapainya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Artinya ; …Bersungguh-sungguhlah terhadap apa yang bermanfaat bagimu, minta tolonglah kepada Allah, dan janganlah bersikap lemah! Jika sesuatu menimpamu, janganlah mengatakan, 'Seandainya aku melakukan, niscaya akan demikian dan demikian.' Tetapi katakanlah, 'Ini takdir Allah, dan apa yang dikehendaki-Nya pasti terjadi..
d. Bersikap Adil, Baik Pada Saat Senang Maupun Susah.
Iman kepada qadar akan membawa kepada keadilan dalam segala keadaan, sebab manusia dalam kehidupan dunia ini mengalami keadaan bermacam-macam. Adakalanya diuji dengan kefakiran, adakalanya mendapatkan kekayaan yang melimpah, adakalanya menikmati kesehatan yang prima, adakalanya diuji dengan penyakit, adakalanya memperoleh jabatan dan popularitas, dan adakalanya setelah itu dipecat (dari jabatan), hina, dan kehilangan nama.
Perkara-perkara ini dan sejenisnya memiliki pengaruh dalam jiwa. Kefakiran dapat membawa kepada kehinaan, kekayaan bisa mengubah akhlak yang baik menjadi kesombongan, dan perilakunya menjadi semakin buruk.
Sakit bisa mengubah watak, sehingga akhlak menjadi tidak lurus, dan seseorang tidak mampu tabah bersamanya. Demikian pula kekuasaan dapat mengubah akhlak dan meng-ingkari sahabat karib, baik karena buruknya tabiat maupun sem-pitnya dada.
Sebaliknya dari hal itu ialah pemecatan. Adakalanya hal itu dapat memburukkan akhlak dan menyempitkan dada, baik karena kesedihan yang mendalam maupun karena kurangnya kesabaran.Begitulah, keadaan-keadaan tersebut menjadi tidak lurus pada garis keadilan, karena keterbatasan, kebodohan, kelemahan, dan kekurangan dalam diri hamba tersebut.
Kecuali orang yang beriman kepada qadar dengan sebenarnya, maka kenikmatan tidak membuatnya sombong dan musibah tidak membuatnya berputus asa, kekuasaan tidak membuatnya congkak, pemecatan tidak menurunkannya dalam kesedihan, kekayaan tidak membawanya kepada keburukan dan kesombongan, dan kefakiran pun tidak menurunkannya kepada kehinaan.
Orang-orang yang beriman kepada qadar menerima sesuatu yang menggembirakan dan menyenangkan dengan sikap menerima, bersyukur kepada Allah atasnya, dan menjadikannya sebagai sarana atas berbagai urusan akhirat dan dunia. Lalu, dengan melakukan hal tersebut, mereka mendapatkan, berbagai kebaikan dan keberkahan, yang semakin melipatgandakan kegembiraan mereka. Mereka menerima hal-hal yang tidak disenangi dengan keridhaan, mencari pahala, bersabar, menghadapi apa yang dapat mereka hadapi, meringankan apa yang dapat mereka ringankan, dan dengan kesabaran yang baik terhadap apa yang harus mereka bersabar terhadapnya. Sehingga mereka, dengan sebab itu, akan mendapatkan berbagai kebaikan yang besar yang dapat menghilangkan hal-hal yang tidak disukai, dan digantikan oleh kegembiraan dan harapan yang baik.
‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz rahimahullahu berkata, “Aku memasuki waktu pagi, sedangkan kebahagiaan dan kesusahan sebagai dua kendaraan di depan pintuku, aku tidak peduli yang manakah di antara keduanya yang aku tunggangi.” e. Selamat Dari Kedengkian Dan Penentangan.
Iman kepada qadar dapat menyembuhkan banyak penyakit yang menjangkiti masyarakat, di mana penyakit itu telah menanamkan kedengkian di antara mereka, misalnya hasad yang hina. Orang yang beriman kepada qadar tidak dengki kepada manusia atas karunia yang Allah berikan kepada mereka, karena keimanan-nya bahwa Allah-lah yang memberi dan menentukan rizki mereka. Dia memberikan dan menghalangi dari siapa yang dikehendaki-Nya, sebagai ujian. Apabila dia dengki kepada selainnya, berarti dia me-nentang ketentuan Allah.
Jika seseorang beriman kepada qadar, maka dia akan selamat dari kedengkian, selamat dari penentangan terhadap hukum-hukum Allah yang bersifat syar’i (syari’at) dan ketentuan-ketentuan-Nya yang bersifat kauni (sunnatullah), serta menyerahkan segala urusannya kepada Allah semata.
5. tanda-tanda orang yang Beriman kepada Qada dan qadar
Dengan beriman kepada qadha dan qadar, banyak hikmah yang amat berharga bagi kita dalam menjalani kehidupan dunia dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat. Hikmah tersebut antara lain:
a) banyak bersyukur dan bersabar
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar, apabila mendapat keberuntungan, maka ia akan bersyukur, karena keberuntungan itu merupakan nikmat Allah yang harus disyukuri. Sebaliknya apabila terkena musibah maka ia akan sabar, karena hal tersebut merupakan ujian
Firman Allah:
Artinya:”dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah( datangnya), dan bila ditimpa oleh kemudratan, maka hanya kepada-Nya lah kamu meminta pertolongan. ”( QS. An-Nahl ayat 53).
b) Menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus asa Orang yang tidak beriman kepada qadha dan qadar, apabila memperoleh keberhasilan, ia menganggap keberhasilan itu adalah semata-mata karena hasil usahanya sendiri. Ia pun merasa dirinya hebat. Apabila ia mengalami kegagalan, ia mudah berkeluh kesah dan berputus asa , karena ia menyadari bahwa kegagalan itu sebenarnya adalah ketentuan Allah.
Firman Allah SWT:
Artinya: Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. (QS.Yusuf ayat 87)
Sabda Rasulullah: yang artinya” Tidak akan masuk sorga orang yang didalam hatinya ada sebiji sawi dari sifat kesombongan.”( HR. Muslim)
c) Bersifat optimis dan giat bekerja
Manusia tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada dirinya. Semua orang tentu menginginkan bernasib baik dan beruntung. Keberuntungan itu tidak datang begitu saja, tetapi harus diusahakan. Oleh sebab itu, orang yang beriman kepada qadha dan qadar senantiasa optimis dan giat bekerja untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan itu.
Firaman Allah:
Artinya : Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS Al- Qashas ayat 77)
d) Jiwanya tenang
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar senantiasa mengalami ketenangan jiwa dalam hidupnya, sebab ia selalu merasa senang dengan apa yang ditentukan Allah kepadanya. Jika beruntung atau berhasil, ia bersyukur. Jika terkena musibah atau gagal, ia bersabar dan berusaha lagi.
Artinya : Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang tenang lagi diridhai-Nya. Maka masuklah kedalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah kedalam surga-Ku.( QS. Al-Fajr ayat 27-30)
Setelah kita mengetahui pengertian iman kepada qada’ dan qadar, semoga meningktkan keimana kita kepada Allah.