(Sebelum menjadi pakan, sebaiknya menjadi pangan)
Data Pengelolaan Limbah Usaha Kecil (KLH, 2003) menunjukkan bahwa sebagian besar industri pangan di pulau Jawa seperti industri tahu, tempe, kerupuk, tapioka, dan pengolahan ikan, limbah padat dan cairnya dibuang ke lingkungan, seperti selokan dan sungai. Untuk itu perlu ditingkatkan upaya untuk memanfaatkan limbah hasil aktivitas masyarakat. Upaya pemanfaatan limbah ini selain merupakan bentuk pengelolaan lingkungan yang inheren dengan kualitas hidup manusia, juga merupakan upaya pengembangan sumber daya manusia yang dapat membuka peluang usaha baru.
Pada dasarnya limbah merupakan bahan yang terbuang atau dibuang dari hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis (Ecolink, 1996). Banyak jenis limbah dapat dimanfaatkan kembali melalui daur ulang ataupun dikonversikan ke produk lain yang berguna, misalnya limbah dari industri pangan. Limbah tersebut biasanya masih mengandung serat, karbohidrat, protein, lemak, asam organik, dan mineral dan pada dasarnya dapat mengalami perubahan secara biologis sehingga dapat dikonversikan ke produk lain seperti energi, pangan, pakan, pupuk organis dan lain-lain.
Konsep pemanfaatan limbah sebagai upaya untuk membangun usaha kecil dan menengah (UKM), pertama-tama harus diketahui sifat kimia dan fisikanya, sehingga dapat diperkirakan berbagai produk yang mungkin dihasilkan. Kemudian produk yang dipilih dipertimbangkan dengan pasar dan tekno-ekonominya. Sebagai contoh ampas tahu yang memiliki sifat kimiawi yang didominasi oleh protein sehingga dapat diolah menjadi produk yang berfungsi sebagai sumber protein. Misalnya pada tepung ampas tahu yang masih terdapat kandungan gizi.
Potensi ampas tahu di Indonesia cukup tinggi, kacang kedelai di Indonesia tercatat pada Tahun 1999 sebanyak 1.306.253 ton, sedangkan Jawa Barat sebanyak 85.988 ton. Bila 50% kacang kedelai tersebut digunakan untuk membuat tahu dan konversi kacang kedelai menjadi ampas tahu sebesar 100-112%, maka jumlah ampas tahu tercatat 731.501,5 ton secara nasional dan 48.153 ton di Jawa Barat.
Saat ini ampas tahu kita ketahui dapat dimanfaatkan sebagai kerupuk ampas tahu, kembang tahu, kecap ampas tahu, stick tahu dan dengan proses fermentasi dihasilkan nata de soya serta sebagai alternatif bahan pakan ternak. Melihat sifat ampas tahu yang memiliki banyak kelebihan seperti mengandung protein yang tinggi, banyak mengandung serat, serta murah dan mudah didapat, maka dapat dikembangkan suatu bentuk usaha baru yang memanfaatkan ampas tahu sebagai bahan dasarnya dengan tujuan selain sebagai salah satu upaya mengurangi pencemaran dari limbah atau ampas tahu khususnya di daerah perairan, tapi juga mampu memberikan alternatif gizi sebagai sumber protein yang bermanfaat bagi tubuh manusia.
Tahu diproduksi dengan memanfaatkan sifat protein, yaitu akan menggumpal bila bereaksi dengan asam. Penggumpalan protein oleh asam cuka akan berlangsung secara cepat dan serentak di seluruh bagian cairan sari kedelai, sehingga sebagian besar air yang semula tercampur dalam sari kedelai akan terperangkap di dalamnya. Pengeluaran air yang terperangkap tersebut dapat dilakukan dengan memberikan tekanan. Semakin besar tekanan yang diberikan, semakin banyak air dapat dikeluarkan dari gumpalan protein. Gumpalan protein itulah yang kemudian disebut sebagai tahu.
Kandungan air di dalam tahu ternyata bukan merupakan hal yang merugikan. Oleh beberapa pengusaha, hal tersebut justru dimanfaatkan untuk memproduksi tahu dengan tingkat kekerasan yang rendah (tahu gembur). Dalam proses pembuatan tahu gembur, air yang dikeluarkan hanya sebagian kecil, selebihnya dibiarkan tetap berada di dalam tahu. Dengan demikian, akan dihasilkan tahu yang berukuran besar namun gembur (mudah hancur).
Ada pula beberapa pengusaha tahu yang memproduksi tahu keras, misalnya tahu kediri. Air yang terperangkap di dalam gumpalan protein menyebabkan tahu menjadi mudah dibentuk/dicetak. Untuk membentuk tahu yang keras, cetakan diberi tekanan/beban berat, sehingga dalam waktu singkat air akan keluar dengan sendirinya.
Tabel Perbandingan Gizi yang ada pada Tahu dan Ampas Tahu Kadar/100 g Bahan
Unsur Gizi | Kedelai Basah | Tahu | Ampas Tahu | |
1 | Energi (kal) | 382 | 79 | 393 |
2 | An (g) | 20 | 84,8 | 4,9 |
3 | Protein (g) | 30,2 | 7,8 | 17,4 |
4 | Lemak (g) | 15,6 | 4,6 | 5,9 |
5 | Karbohidrat (g) | 30,1 | 1,6 | 67,5 |
6 | Mineral (g) | 4,1 | 1,2 | 4,3 |
7 | Kalsium (mg) | 196 | 124 | 19 |
8 | Fosfor (mg) | 506 | 63 | 29 |
9 | Zat besi (mg) | 6,9 | 0,8 | 4 |
10 | Vitamin A (mcg) | 29 | 0 | 0 |
11 | Vitamin B (mg) | 0.93 | 0.06 | 0,2 |
Ampas tahu merupakan hasil sampingan yang diperoleh dari proses pembuatan tahu kedelai. Ampas ini biasanya dimanfaatkan untuk pakan ternak dan sebagian lainnya digunakan oleh beberapa masyarakat perdesaan untuk diolah menjadi bahan pembuat tempe gembus.Mengingat kandungan protein dan lemak pada ampas tahu yang tinggi maka sangat memungkinkan ampas tahu dapat diolah menjadi bahan makanan yang beragam variasinya. Sebagai gagasan yang “beda”, maka ampas tahu dapat dimanfaatkan menjadi kerupuk yang bernilai tambah lebih tinggi.Ide yang sangat bagus ketika kita merintis usaha dengan mengolah bahan yang tidak bermanfaat bisa menghasilkan produk baru yang belum umum (jarang) di jumpai oleh masyarakat. Pemanfaatan limbah tahu ini tentunya diharapkan biaya produksi yang dikeluarkan dalam usaha pembuatan kerupuk bisa di minimalisir.Oleh karena itu, pemanfaatan limbah tahu ini merupakan suatu gagasan peluang usaha yang cemerlang untuk merintis sebuah industri kecil (UKM) dengan biaya murah bagi masyarakat. Karena, bahan baku yang digunakan untuk pembuatan kerupuk ini adalah ampas tahu yang harganya sangat murah, mudah di dapat dan dapat diperoleh tanpa mengenal musim.
Pembuatan kerupuk ampas tahu mudah dilakukan. Dalam pembuatan kerupuk ampas tahu, bahan pencampur yang digunakan adalah tepung tapioka sebagai pengikat ampas dan bumbu yang di gunakan adalah soda kue, pemutih makanan, garam, penyedap kaldu, monosodium glutamat, bawang putih dan ketumbar.
Untuk lebih lengkapnya berikut ini disampaikan resep pengolahannya:
Alat:
· Baskom
· Pengukus
· Pengaduk
· Kompor
· Penggorengan
· Loyang
· tampah
Bahan :
Bahan A
· 1500 gr ampas tahu yang sudah dipress
· 20 gr pemutih makanan
· 20 gr soda kue
· 15 gr garam
· 2 bks penyedap kaldu
· 5 gr monosodium glutamate
· 25 gr bawang putih (dihaluskan)
· 2 sdt ketumbar(dihaluskan)
Bahan B
· 600 gr tepung tapioka
Cara Membuat :
· Campurkan Ampas tahu + pemutih makanan.
· Tambahkan bahan A yang lain.
· Tambahkan bahan B, campur dan diuleni.
· Cetak dan padatkan pada loyang.
· Lepaskan dari loyang, kukus sampai masak (1 – 2 jam).
· Angin-anginkan sampai keras 3-5 hari dan iris tipis-tipis kemudian dikeringkan.
· Goreng dalam minyak panas.
Ampas (sisa) padat pengolahan tahu dapat diolah menjadi kecap. Cara pengolahannya sama dengan pengolahan kecap kedelai. Kecap yang dihasilkan dari ampas tahu sulit dibedakan aroma, rasa, dan warnanya dari kecap kedelai. Sehingga usaha ini cocok untuk usaha kecil berskala rumah tangga. Mau tahu cara pembuatan kecap dari ampas tahu? Berikut ini adalah cara pembuatan kecap dari ampas tahu.
Bahan
· Ampas tahu
· Garam.
· Laru tempe.
· Bumbu-bumbu.
· Tapioka.
Peralatan
· Wadah perendam.
· Pengukus
· Wadah fermentasi.
· Tampah
· Kompor
· Kain penyaring
· Botol
· Alat penutup botol.
Cara Pembuatan
· Penyiapan ampas tahu. Ampas tahu direndam dengan air bersih selama 12 jam. Setelah itu bahan dipres dengan alat pres sehingga airnya keluar. Ampas yang telah berkurang airnya dikukus selama 60 menit, kemudian didinginkan di atas tampah sampai suam-suam kuku.
· Fermentasi menjadi tempe gembus. Ampas ditaburi laru tempe (1 gram untuk 1 kg ampas), dan diaduk-aduk sampai rata. Setelah itu ampas dihamparkan di atas tampah setebal 2 cm dan ditutup dengan daun pisang. Tampah diletakkan diatas para-para yang terhindar dari serangga dan cahaya matahari langsung selama 4-5 hari sampai kapang cukup tebal menutupi tempe gembus.
· Penjemuran tempe gembus. Tempe gembus dipotong-potong 0,5 x 0,5 x 0,5 cm, kemudian dijemur atau dikeringkandengan alat pengering sampai kering (kadar air dibawah 12 %).
· Penyiapan larutan garam 20%. Untuk mendapatkan 1 liter larutan garam 20% dilakukan dengan cara berikut. Garam sebanyak 200 gram ditambah dengan air sedikit demi sedikit sambil diaduk, sampai volumenya menjadi 1 liter.
· Fermentasi garam. Butiran tempe yang telah kering dimasukkan ke dalam larutan garam. Tiap 1 kg butiran tempe kering membutuhkan 3 liter larutan garam. Perendaman dilakukan di dalam wadah perendam selama 10-15 minggu. Pada siang hari manakala langit tidak tertutup awan, atau tidak hujan, wadah dipindahkan ke udara terbuka , dan penutup wadah dibuka.
· Ekstraksi kecap mentah. Hasil fermentasi disaring dengan kain saring. Ampas diperas dengan kain saring atau dipres dengan mesin pres. Cairan kental hasil penyaringan dan pemerasan/ pres disatukan. Cairan ini disebut dengan kecap mentah. Selanjutnya kecap mentah ditambah dengan air. Tiap 1 liter kecap mentah ditambah dengan 1 liter air.
· Penyiapan bumbu.
· Keluwak, dan lengkuas digiling sampai halus,
· Gula merah disayat, kemudian digiling sampai halus, dan
· Sereh dipukul-pukul sampai memar.
· Pembumbuan dan pemasakan kecap manis. Cairan kecap dipindahkan ke panci, kemudian ditambahkan keluwak, lengkuas, sereh, daun salam. Kecap dipanaskan sampai mendidih. Kecap yang masih panas disaring dengan kain saring. Bahan-bahan yang tertinggal di kain saring dibuang. Setelah itu, kecap ditambah dengan gula merah diaduk-aduk sampai seluruh gula larut. Setiap 1 liter kecap ditambh dengan 750 gram gula merah. Kecap ini disaring kembali.
· Pengentalan. Kecap yang telah dingin ditambah dengan tepung tapioka. Setiap 1 liter kecap ditambah dengan 20 gram tapioka dan diaduk sampai rata. Setelah itu kecap ini dipanaskan sampai mendidih sambil diaduk- aduk.
· Penambahan pengawet. Sebelum kecap diangkat dari api, natrium benzoate ditambahkan sebanyak 1 gram untuk setiap 1 liter kecap.
· Pembotolan. Kecap yang telah dingin dikemas di dalam botol, kemudian ditutup rapat dan diberi label.
PROSES MIKROBIOLOGI DI DALAM PENGURAIAN LIMBAH SECARA ANAEROB
Kumpulan mikroorganisme, umumnya bakteri, terlibat dalam transformasi senyawa komplek organik menjadi metan. Lebih jauh lagi, terdapat interaksi sinergis antara bermacam-macam kelompok bakteri yang berperan dalam penguraian limbah. Keseluruhan reaksi dapat digambarkan sebagai berikut (Polprasert, 1989):
Senyawa Organik —> CH4 + CO2 + H2 + NH3 + H2S
Meskipun beberapa jamur (fungi) dan protozoa dapat ditemukan dalam penguraian anaerobik, bakteri bakteri tetap merupakan mikroorganisme yang paling dominan bekerja didalam proses penguraian anaerobik. Sejumlah besar bakteri anaerobik dan fakultatif (seperti : Bacteroides, Bifidobacterium, Clostridium, Lactobacillus, Streptococcus) terlibat dalam proses hidrolisis dan fermentasi senyawa organik.
Ada empat grup bakteri yang terlibat dalam transformasi material komplek menjadi molekul yang sederhana seperti metan dan karbon dioksida. Kelompok bakteri ini bekerja secara sinergis (Archer dan Kirsop, 1991; Barnes dan Fitzgerald, 1987; Sahm, 1984; Sterritt dan Lester, 1988; Zeikus, 1980),
Kelompok 1: Bakteri Hidrolitik
Kelompok bakteri anaerobik memecah molekul organik komplek (protein, cellulose, lignin, lipids) menjadi molekul monomer yang terlarut seperti asam amino, glukosa, asam lemak, dan gliserol. Molekul monomer ini dapat langsung dimanfaatkan oleh kelompok bakteri berikutnya. Hidrolisis molekul komplek dikatalisasi oleh enzim ekstra seluler seperti sellulase, protease, dan lipase. Walaupun demikian proses penguraian anaerobik sangat lambat dan menjadi terbatas dalam penguraian limbah sellulolitik yang mengandung lignin (Polprasert, 1989; Speece, 1983).
Kelompok 2 : Bakteri Asidogenik Fermentatif
Bakteri asidogenik (pembentuk asam) seperti Clostridium merubah gula, asam amino, dan asam lemak menjadi asam organik (seperti asam asetat, propionik, formik, lactik, butirik, atau suksinik), alkohol dan keton (seperti etanil, metanol, gliserol, aseton), asetat, CO2 dan H2. Asetat adalah produk utama dalam fermentasi karbohidrat. Hasil dari fermentasi ini bervariasi tergantung jenis bakteri dan kondisi kultur seperti temperatur, pH, potensial redok.
Kelompok 3 : Bakteri Asetogenik
Bakteri asetogenik (bakteri yang memproduksi asetat dan H2) seperti Syntrobacter wolinii dan Syntrophomonas wolfei (McInernay et al., 1981) merubah asam lemak (seperti asam propionat, asam butirat) dan alkohol menjadi asetat, hidrogen, dan karbon dioksida, yang digunakan oleh bakteri pembentuk metan (metanogen). Kelompok ini membutuhkan ikatan hidrogen rendah untuk merubah asam lemak; dan oleh karenanya diperlukan monitoring hidrogen yang ketat.
Dibawah kondisi tekanan H2 parsial yang relatif tinggi, pembentukan asetat berkurang dan subtrat dirubah menjadi asam propionat, asam butirat, dan etanol dari pada metan. Ada hubungan simbiotik antara bakteri asetonik dan metanogen. Metanogen membantu menghasilkan ikatan hidrogen rendah yang dibutuhkan oleh bakteri asetogenik.
Etanol, asam propionat, dan asam butirat dirubah menjadi asam asetat oleh bakteri asetogenik dengan reaksi seperti berikut:
CH3CH2OH + CO2 (Etanol) —> CH3COOH + 2H2 (Asam Asetat)
CH3CH2COOH + 2H2O (Asam Propionat) —> CH3COOH + CO2 + 3H2 (Asam asetat)
CH3CH2CH2COOH + 2H2O (Asam Butirat) —> 2CH3COOH + 2H2 (Asam Asetat)
Bakteri asetogenik tumbuh jauh lebih cepat dari pada bakteri metanogenik. Kecepatan pertumbuhan bakteri asetogenik (m mak) mendekati 1 per jam sedangkan bakteri metanogenik 0,04 per jam (Hammer, 1986).
Kelompok 4 : Bakteri Metanogen
Penguraian senyawa organik oleh bakteri anaerobik dilingkungan alam melepas 500 – 800 juta ton metan ke atmosfir tiap tahun dan ini mewakili 0,5% bahan organik yang dihasilkan oleh proses fotosintesis (Kirsop, 1984; Sahm, 1984). Bakteri metanogen terjadi secara alami didalam sedimen yang dalam atau dalam pencernaan herbivora. Kelompok ini dapat berupa kelompok bakteri gram positip dan gram negatif dengan variasi yang banyak dalam bentuk. Mikroorganime metanogen tumbuh secara lambat dalam air limbah dan waktu tumbuh berkisar 3 hari pada suhu 35oC sampai dengan 50 hari pada suhu 10oC.
Bakteri metanogen dibagi menjadi dua katagori, yaitu :
Bakteri metanogen hidrogenotropik (seperti : chemolitotrof yang menggunakan hidrogen) merubah hidrogen dan karbon dioksida menjadi metan.
CO2 + 4H2 —> CH4 + 2H2O (Metan)
Bakteri metanogen yang menggunakan hidrogen membantu memelihara tekanan parsial yang sangat rendah yang dibutuhkan untuk proses konversi asam volatil dan alkohol menjadi asetat (speece, 1983).
Bakteri metanogen Asetotropik, atau biasa disebut sebagai bakteri asetoklastik atau bakteri penghilang asetat, merubah asam asetat menjadi metan dan CO2.
CH3COOH —> CH4 + CO2
Bakteri asetoklastik tumbuh jauh lebih lambat (waktu generasi = beberapa hari) dari pada bakteri pembentuk asam (waktu generasi = beberapa jam). Kelompok ini terdiri dari dua kelompok, yaitu : Metanosarkina (Smith dan Mah, 1978) dan Metanotrik (Huser et al., 1982). Selama penguraian termofilik (58oC) dari limbah lignosellulosik, Metanosarkina adalah bakteri asetotropik yang ditemukan dalam bioreaktor. Sesudah 4 minggu, Metanosarkina (m mak = 0,3 tiap hari; Ks = 200 mg/l) digantikan oleh Metanotrik (m mak = 0,1 tiap hari; Ks = 30 mg/l).
Kurang lebih sekitar 2/3 metan dihasilkan dari konversi asetat oleh metanogen asetotropik. Sepertiga sisanya adalah hasil reduksi karbon dioksida oleh hidrogen (Mackie dan Bryant, 1984). Diagram neraca masa pada penguraian zat organik komplek menjadi gas methan secara anaerobik.
Tidak ada komentar:
Write komentar